Doppelganger : 7 - Ekskul Apa? (2)
Lihat cerita sebelumnya disini ya.
Cerita ini didedikasikan untuk 'Dia-Yang-Ngaku-Pembaca-Setia'
Selama perjalanan ke Kantin, orang tak berhenti memerhatikan kami.
"Ndre, sejak kapan ente punya sodare?" tanya perempuan yang tiba-tiba datang dari arah kanan kami. Dia memakai kruk untuk membantunya berjalan. Sepertinya kakinya terluka hingga sulit berjalan.
"Eh, tau nih. Tau-tau nongol dari pintu kelas, hehehe,..." kata Andre ke perempuan ini. Perempuan ini juga seperti Raya. Kelelakian. Rambutnya dikepang acak-acakan. Wajahnya kucel. Tangannya penuh luka baret serta biru. Dilihat dari seragamnya, dia memakai seragam kaus bertuliskan Impartiality of Staksar.
"Nanti kau ikut Demos PMR kan?" tanya Andre. Anak itu mengangguk. "Doain ane ya!" Katanya lagi. Hah? Anak ini ikut demos? Dengan keadaannya yang seperti itu???
"Ane doain supaya kaki enta kagak copot ditengah-tengah demos!" Gurau Andre. Anak itu tertawa-tawa.
"Tenang,.. Udah ane lakban. Hahaha,...." Katanya lagi.
"Udah ya, acara udah mau mulai. Kalian kalau masih mau jajan, cepetan ya. Ane duluan!!!" Katanya sambil setengah berlari dengan kruknya. Baru beberapa langkah, dia berbalik lagi.
"Maaf ye, ane belum kenal sama ente. Nama ente siapa?" Tanya anak itu padaku.
"Farhan," jawabku dengan setengah malas. Anak perempuan itu mengangguk, tersenyum, lalu kembali berlari ke aula.
"Kau kenal anak yang tadi??" Tanya Andre padaku. Aku menggeleng.
"Dia namanya Mina. Mina dulu anak yang baik. Baik banget malah. Terus dia jago bikin tandu. Sampai, dia kecelakaan bulan lalu, pas pulang liburan sekolah."
"Terus kakinya patah? Kok dia masih bisa ikut demos? Emang ga sakit?" Potongku.
"Bukan,.....
Dia kehilangan kedua tungkai bawahnya." Katanya dengan nada sendu. Aku tercekat. Dia tak punya kaki?
"Kita mengunjunginya saat masih dirimah sakit. Saat kami mengunjunginya, dia sedang makan kue dengan ibunya. Dia terlihat ceria sekali. Seakan dia tak kehilangan sesuatu.
'Hai! Widiiih, rame beuneur. Eh, sini sini. Ane lagi dikirimin kue dari Babeh, ada yang mau?' Katanya. Kita diem aja. Enggak ada yang berani ngomong.
'Heh, liatin kaki ane aja. Liatin tuh kuenya, diambil dong. Emang pada mau makanin kaki ane?' Katanya lagi. Untuk tata krama, kita salim dengan orang tua Mina dan mengambil satu potong kuenya.
'Mina, kamu,.....' Kata salah satu dari kami. Dia langsung sadar apa yang dimadsud temanku itu.
'Iya nih, nanti aku lagi dipesenin kaki palsu. Nanti aku main tandu gimana ya??' Tanyanya setengah bergurau" jelasnya. Aku masih tertegun.
"Tapi, kakinya yang dipesankan itu sepertinya tidak terlalu cocok. Kadang juga copot. Bahkan sengklak ditengah-tengah. Oleh karena itu, dia sering kasih lakban. Supaya kuat." Jelasnya lagi.
"Ya ampun,... aku,..." ucapanku berhenti ditengah-tengah. Kejadian itu. Terulang lagi tepat didepanku. Tabrakan beruntun. Mina ada di dalam mobil itu. Ayahku berada di mobil yang satu lagi.
"Farhan,.. tolong Ayah,..." Ayah? Ayah, kau disana?! Separuh tubuhnya masih berada didalam mobil. aku harus menolongnya!
"Farhan,... aku terjepit,... kakiku,... rasanya ngilu sekali,..." Mina? Disana ada Mina. Kedua tungkainya tertimpa badan mobil. Tangannya menggapai-gapai lemah kearahku.
"Cepat nak,... Sakit,... rasanya sakit sekali,...." Ayah mulai menatapku nanar. aku bingung. Dari arah kanan-kiriku terdengar suara sirine dimana-mana. Cahaya kilauan lampu polisi muncul entah dari mana. aku terduduk, menutup telingaku dengan kedua tangan dan memejamkan mataku.
"Sakit Nak, Tolong Ayah,...."
Ini pasti ilusi. Ayahku,... Ayah tak mungkin ada disini. Ayah sudah,...
"Far,... Aku tahu kau mendengarku,.... Kakiku,... kakiku,..."
diam, tolong. Tolong diamlah dari kepalaku!!
"FAR! Acara sudah mau dimulai! Jangan buat aku takut!" Kata Andre tiba-tiba muncul didepanku. Semua ilusi itu seketika lenyap. Tak ada sirine, tak ada mobil berisi Mina maupun Ayahku.
"Kau gemetaran. Apa kau sakit?" aku menggeleng. dia menghela napas lega.
"Ayolah, Mina, Ray, Nadia, dan juga Phil-Nath akan tampil sebentar lagi." kata Andre sambil menarikku ke arah aula.
* * *
Setelah beberapa lama, akhirnya aku melihat mereka. Ray. Nadia. Phil dan Nath. Serta Mina. Dia berusaha menjaga keseimbangannya saat mengangkat korban dengan tandu buatannya.
"Permisi, Andre, dan,.... kembarannya? Woow, aku tak tahu kalau kau punya kembaran?" tanya seorang anak perempuan berwajah Cina. Rambutnya dijepit menggunakan jepitan rambut biru menyala. Dia menggunakan jaket rompi bertuliskan 'Rusdi Rasyad' 'Bagian artikel' disebelah kanan, dan 'PERS' 'Staksar Magz!' disebelah kiri.
"Hai, Rus. Lagi sibuk nih, cieee,...." goda Andre. Rusdi manyun.
"Tahunih si Sarah, katanya mau bantu, tapi dia malah hilang!" jawabnya lagi. Dia mengerling manis kearahku.
"Hai, kamu saudara Andre ya? Kenalkan namaku Rusdi Rasyad. Kau bisa memanggilku apa saja. Up to you, lah," Katanya. Setelah melalui hari-hari yang aneh, akhirnya aku bisa bertemu dengan gadis yang normal juga. Tapi,... Rusdi kan nama anak laki-laki?
"Kalau dia, namanya Farhan. Dia bukan siapa-siapanya aku. Tapi, sepertinya dia bisa jadi belahan jiwaku, eehh--- Kalau mau jadi bahan wawancara artikel, ke dia saja. Supaya lebih banyak berbicara dengan murid-murid disini. Dia dari tadi diam saja dan tidak mau berbicara dengan anak-anak, belum lagi--"
"Sekarang siapa wawancara siapa nih?" sindir Rusdi. Aku mengangkat sebelah alis, tanda aku setuju dengan Rusdi. Dari tadi dia meracau terus dan mengacaukan hari pertamaku.
"Nah Farhan, aku ingin tanya sedikit saja ya. Apa pendapatmu tentang Demos tadi?"
"Cukup bagus." jawabku seadanya. Dia menatapku heran.
"Lalu?" tanyanya, meminta jawaban yang lebih panjang. Dengan segala upaya, aku menambah-nambahkan opiniku tentang demos tadi. Aku tak ingin mengecewakan gadis bening ini.
"Menurutku demos ini amat menarik, apalagi hampir seluruh anggota struktur sekolah maupun OSIS ikut andil dalam acara ini." jawabku. Rusdi terlihat puas.
"Apa yang membuatmu merasa acara ini amat menarik?"
"Karena dapat menggabungkan beberapa ekskul sekaligus, dalam bentuk yang menarik. Seperti ekskul drama yang membuat drama untuk demos PMR, Ekskul basket yang bekerja sama dengan ekskul sepak takraw, menurutku itu pencampuran yang amat,... ehm, unik." jawabku lagi. Cukup sulit karena aku tak bisa berbasa basi sebelumnya.
"Apa ekskul kesukaanmu dari demos ini?" tanya Rusdi dengan kerlingan matanya.
"Ehn,.. Aku,.. sepertinya menyukai--"
"Hai And! Hoi Rus!" sapa seorang anak laki-laki tiba-tiba merangkul keduanya sambil berkekeh ria. dari bajunya, seharusnya dia anggota ekskul futsal. Tapi, aku tak bisa melihat namanya karena sudah tertutup jaket rompi yang mirip dengan punya Rusdi
"Woou, kau kembarannya AndBro? Woo,... aku tak tahu kalau kau punya saudara And!" seru anak ini.
"Sar, kau bau keringat! Ganti seragam dulu sebelum bertugas!" keluh Rusdi sambil mengerinyitkan hidungnya.
"Eh, namamu siapa? Kenalkan, aku Adik-beda-7-menit-nya Rusdi. Namaku Sarah." katanya sambil mengulurkan tangannya. Reflek, aku melotot. Jadi Sarah yang barusan dibicarakan dengan Rusdi itu,... Laki-laki?!
"Dia Farhan. Oh iya Farhan, di keluargaku ada tradisi menukar balikkan nama anak-anaknya. Nama anak laki-laki untuk anak perempuan, dan begitupula sebaliknya. Tapi, untuk mempermudah, Aku bisa memanggilku sesukamu, dan dia,..." kata Rusdi dengan jeda sejenak untuk berpikir.
"Sar aja. Sarah juga boleh sih, Terserah kamu saja!" kata Sarah. Aku mengangguk.
Ternyata, sekolah ini benar-benar berisi anak-anak yang ajaib
Tokoh baru!! |
Selama perjalanan ke Kantin, orang tak berhenti memerhatikan kami.
"Ndre, sejak kapan ente punya sodare?" tanya perempuan yang tiba-tiba datang dari arah kanan kami. Dia memakai kruk untuk membantunya berjalan. Sepertinya kakinya terluka hingga sulit berjalan.
"Eh, tau nih. Tau-tau nongol dari pintu kelas, hehehe,..." kata Andre ke perempuan ini. Perempuan ini juga seperti Raya. Kelelakian. Rambutnya dikepang acak-acakan. Wajahnya kucel. Tangannya penuh luka baret serta biru. Dilihat dari seragamnya, dia memakai seragam kaus bertuliskan Impartiality of Staksar.
"Nanti kau ikut Demos PMR kan?" tanya Andre. Anak itu mengangguk. "Doain ane ya!" Katanya lagi. Hah? Anak ini ikut demos? Dengan keadaannya yang seperti itu???
"Ane doain supaya kaki enta kagak copot ditengah-tengah demos!" Gurau Andre. Anak itu tertawa-tawa.
"Tenang,.. Udah ane lakban. Hahaha,...." Katanya lagi.
"Udah ya, acara udah mau mulai. Kalian kalau masih mau jajan, cepetan ya. Ane duluan!!!" Katanya sambil setengah berlari dengan kruknya. Baru beberapa langkah, dia berbalik lagi.
"Maaf ye, ane belum kenal sama ente. Nama ente siapa?" Tanya anak itu padaku.
"Farhan," jawabku dengan setengah malas. Anak perempuan itu mengangguk, tersenyum, lalu kembali berlari ke aula.
"Kau kenal anak yang tadi??" Tanya Andre padaku. Aku menggeleng.
"Dia namanya Mina. Mina dulu anak yang baik. Baik banget malah. Terus dia jago bikin tandu. Sampai, dia kecelakaan bulan lalu, pas pulang liburan sekolah."
"Terus kakinya patah? Kok dia masih bisa ikut demos? Emang ga sakit?" Potongku.
"Bukan,.....
Dia kehilangan kedua tungkai bawahnya." Katanya dengan nada sendu. Aku tercekat. Dia tak punya kaki?
"Kita mengunjunginya saat masih dirimah sakit. Saat kami mengunjunginya, dia sedang makan kue dengan ibunya. Dia terlihat ceria sekali. Seakan dia tak kehilangan sesuatu.
'Hai! Widiiih, rame beuneur. Eh, sini sini. Ane lagi dikirimin kue dari Babeh, ada yang mau?' Katanya. Kita diem aja. Enggak ada yang berani ngomong.
'Heh, liatin kaki ane aja. Liatin tuh kuenya, diambil dong. Emang pada mau makanin kaki ane?' Katanya lagi. Untuk tata krama, kita salim dengan orang tua Mina dan mengambil satu potong kuenya.
'Mina, kamu,.....' Kata salah satu dari kami. Dia langsung sadar apa yang dimadsud temanku itu.
'Iya nih, nanti aku lagi dipesenin kaki palsu. Nanti aku main tandu gimana ya??' Tanyanya setengah bergurau" jelasnya. Aku masih tertegun.
"Tapi, kakinya yang dipesankan itu sepertinya tidak terlalu cocok. Kadang juga copot. Bahkan sengklak ditengah-tengah. Oleh karena itu, dia sering kasih lakban. Supaya kuat." Jelasnya lagi.
"Ya ampun,... aku,..." ucapanku berhenti ditengah-tengah. Kejadian itu. Terulang lagi tepat didepanku. Tabrakan beruntun. Mina ada di dalam mobil itu. Ayahku berada di mobil yang satu lagi.
"Farhan,.. tolong Ayah,..." Ayah? Ayah, kau disana?! Separuh tubuhnya masih berada didalam mobil. aku harus menolongnya!
"Farhan,... aku terjepit,... kakiku,... rasanya ngilu sekali,..." Mina? Disana ada Mina. Kedua tungkainya tertimpa badan mobil. Tangannya menggapai-gapai lemah kearahku.
"Cepat nak,... Sakit,... rasanya sakit sekali,...." Ayah mulai menatapku nanar. aku bingung. Dari arah kanan-kiriku terdengar suara sirine dimana-mana. Cahaya kilauan lampu polisi muncul entah dari mana. aku terduduk, menutup telingaku dengan kedua tangan dan memejamkan mataku.
"Sakit Nak, Tolong Ayah,...."
Ini pasti ilusi. Ayahku,... Ayah tak mungkin ada disini. Ayah sudah,...
"Far,... Aku tahu kau mendengarku,.... Kakiku,... kakiku,..."
diam, tolong. Tolong diamlah dari kepalaku!!
"FAR! Acara sudah mau dimulai! Jangan buat aku takut!" Kata Andre tiba-tiba muncul didepanku. Semua ilusi itu seketika lenyap. Tak ada sirine, tak ada mobil berisi Mina maupun Ayahku.
"Kau gemetaran. Apa kau sakit?" aku menggeleng. dia menghela napas lega.
"Ayolah, Mina, Ray, Nadia, dan juga Phil-Nath akan tampil sebentar lagi." kata Andre sambil menarikku ke arah aula.
* * *
Setelah beberapa lama, akhirnya aku melihat mereka. Ray. Nadia. Phil dan Nath. Serta Mina. Dia berusaha menjaga keseimbangannya saat mengangkat korban dengan tandu buatannya.
"Permisi, Andre, dan,.... kembarannya? Woow, aku tak tahu kalau kau punya kembaran?" tanya seorang anak perempuan berwajah Cina. Rambutnya dijepit menggunakan jepitan rambut biru menyala. Dia menggunakan jaket rompi bertuliskan 'Rusdi Rasyad' 'Bagian artikel' disebelah kanan, dan 'PERS' 'Staksar Magz!' disebelah kiri.
"Hai, Rus. Lagi sibuk nih, cieee,...." goda Andre. Rusdi manyun.
"Tahunih si Sarah, katanya mau bantu, tapi dia malah hilang!" jawabnya lagi. Dia mengerling manis kearahku.
"Hai, kamu saudara Andre ya? Kenalkan namaku Rusdi Rasyad. Kau bisa memanggilku apa saja. Up to you, lah," Katanya. Setelah melalui hari-hari yang aneh, akhirnya aku bisa bertemu dengan gadis yang normal juga. Tapi,... Rusdi kan nama anak laki-laki?
"Kalau dia, namanya Farhan. Dia bukan siapa-siapanya aku. Tapi, sepertinya dia bisa jadi belahan jiwaku, eehh--- Kalau mau jadi bahan wawancara artikel, ke dia saja. Supaya lebih banyak berbicara dengan murid-murid disini. Dia dari tadi diam saja dan tidak mau berbicara dengan anak-anak, belum lagi--"
"Sekarang siapa wawancara siapa nih?" sindir Rusdi. Aku mengangkat sebelah alis, tanda aku setuju dengan Rusdi. Dari tadi dia meracau terus dan mengacaukan hari pertamaku.
"Nah Farhan, aku ingin tanya sedikit saja ya. Apa pendapatmu tentang Demos tadi?"
"Cukup bagus." jawabku seadanya. Dia menatapku heran.
"Lalu?" tanyanya, meminta jawaban yang lebih panjang. Dengan segala upaya, aku menambah-nambahkan opiniku tentang demos tadi. Aku tak ingin mengecewakan gadis bening ini.
"Menurutku demos ini amat menarik, apalagi hampir seluruh anggota struktur sekolah maupun OSIS ikut andil dalam acara ini." jawabku. Rusdi terlihat puas.
"Apa yang membuatmu merasa acara ini amat menarik?"
"Karena dapat menggabungkan beberapa ekskul sekaligus, dalam bentuk yang menarik. Seperti ekskul drama yang membuat drama untuk demos PMR, Ekskul basket yang bekerja sama dengan ekskul sepak takraw, menurutku itu pencampuran yang amat,... ehm, unik." jawabku lagi. Cukup sulit karena aku tak bisa berbasa basi sebelumnya.
"Apa ekskul kesukaanmu dari demos ini?" tanya Rusdi dengan kerlingan matanya.
"Ehn,.. Aku,.. sepertinya menyukai--"
"Hai And! Hoi Rus!" sapa seorang anak laki-laki tiba-tiba merangkul keduanya sambil berkekeh ria. dari bajunya, seharusnya dia anggota ekskul futsal. Tapi, aku tak bisa melihat namanya karena sudah tertutup jaket rompi yang mirip dengan punya Rusdi
"Woou, kau kembarannya AndBro? Woo,... aku tak tahu kalau kau punya saudara And!" seru anak ini.
"Sar, kau bau keringat! Ganti seragam dulu sebelum bertugas!" keluh Rusdi sambil mengerinyitkan hidungnya.
"Eh, namamu siapa? Kenalkan, aku Adik-beda-7-menit-nya Rusdi. Namaku Sarah." katanya sambil mengulurkan tangannya. Reflek, aku melotot. Jadi Sarah yang barusan dibicarakan dengan Rusdi itu,... Laki-laki?!
"Dia Farhan. Oh iya Farhan, di keluargaku ada tradisi menukar balikkan nama anak-anaknya. Nama anak laki-laki untuk anak perempuan, dan begitupula sebaliknya. Tapi, untuk mempermudah, Aku bisa memanggilku sesukamu, dan dia,..." kata Rusdi dengan jeda sejenak untuk berpikir.
"Sar aja. Sarah juga boleh sih, Terserah kamu saja!" kata Sarah. Aku mengangguk.
Ternyata, sekolah ini benar-benar berisi anak-anak yang ajaib
Komentar
Posting Komentar